bagian dari tugas bahasa Indonesia tapi kayaknya bagus buat di post ke blog

“Bruuuuummmmm…bruummmm….. ciiiiiiittttttt” itu adalah suara mobil saya. Berbicara soal mobil, itu adalah salah satu kegemaran saya. Kenapa saya suka mobil ? begini, mobil itu seperti hidup kita. Ketika kita mulai menjalankan mobil sama dengan kita mulai menjalani hidup kita dari bayi hingga saat ini, ketika berkendara pun banyak rintangannya seperti hidup ini banyak sekali cobaan yang berlalu lalang, hanya saja tinggal kita nya  yang harus berhati-hati dalam berkendara seperti berhati-hati menjalani hidup ini. Mengerti dan menaati rambu lalu lintas seperti mengerti apa yang baik dan buruk untuk hidup kita. Mencari jalan yang aman dan bebas hambatan seperti menjalani hidup sehat yang tidak melakukan hal negatif. Mau berbagi jalan dan bersabar ketika macet seperti berbagi dengan sesama dan bersabar menghadapi cobaan. Mencari celah ditengah jalanan yang penuh ramai tanpa menyerah sama dengan terus berjuang untuk hidup yang semakin sulit. Terus menempuh jalan dari awal hingga akhir sama dengan mulai menjalani hidup didunia sampai akhir hayat kita. Kita bisa memodifikasi mobil kita menjadi semakin baik dari yang asli pabrik sampai menjadi keren, sama seperti diri kita juga, kita terlahir sama tinggal bagaimana kita membuat diri kita menjadi baik dan bisa disukai orang lain dengan memperbaiki sisi buruk kita menjadi seseorang yang luar biasa.

Menjadi juara dalam suatu perlombaan balap mobil adalah impian saya yang entah bisa terwujud atau tidak, dikarenakan saya adalah seorang wanita dan anak satu satunya dari kedua orang tua saya. Tetapi menjadi psikolog yang dapat menolong sesama, memecahkan masalah dan dapat memahami orang lain juga impian saya yang sedang saya kejar sekarang.

Salah satu makanan kesukaan saya adalah ayam goreng, bagian sayap. Itu mengapa saya selalu berpindah pindah tempat tinggal. Antar pulau antar provinsi. Beberapa pulau besar di Indonesia sudah pernah saya tempati. Saya sendiri lahir di Denpasar – Bali pada tanggal 30 september yang jatuh pada hari jumat tengah malam. 2 tahun lama nya saya tinggal di sana sebelum ayahh saya dipindah tugaskan lagi ke Cirebon – Jawa Barat. Di Cirebon saya tinggal 3 tahun. Saya menjalani pendidikan pertama saya di TPA atau tempat latihan mengaji, ketika itu umur saya 3 tahun. Lalu saya melanjutkan di TK Bayangkari 28 yang terletak di dekat kantor ayah saya. Setelah lulus TK kebetulan sekali ayah saya dipindah tugaskan lagi ke Kupang – NTT . Disana hanya 8 bulan lamanya. Saya mulai masuk SD, amat sulit mencari sekolah dasar yang mau menerima murid berumur 6 tahun. Karena disana pendidikan masih sangat memprihatinkan saat itu. Tetapi Alhamdulillah saya menemukan SD yang mau menerima saya, karena mereka melihat kemampuan membaca dan menulis saya yang sudah sangat lancar. Sementara disana murid-muridnya banyak yang belum bisa baca tulis. Bahkan teman sekelas saya ada yang berumur 11 tahun dan baru di kelas 1 SD. Tak lama saya tinggal di Kupang lalu ayah saya di pindahkan lagi ke ibu kota Indonesia yaitu Jakarta. Saya ketika itu kenaikan SD ke kelas 2. Saya mendaftar di SD alkamal yang berada di Kedoya – Jakarta barat. Kelas 2 sampai kelas 3, ketika ingin kenaikan ke kelas 4, orang tua saya membeli rumah di Tangerang. Alasan membeli rumah di Tangerang karna ayah saya berasal dari Banten. Supaya lebih dekat dengan keluarga. Lalu kelas 4 saya mendaftar di SD Islamic Village Tangerang. Baru saya merasakan sekolah dan memliki beberapa teman dekat tak disangka ayah saya harus pindah lagi ke pulau seberang tepatnya provinsi Sumatera Barat. Saya pindah ke Padang ketika saya SD kelas 5 semester 2. Akhir perjalanan SD saya tidak begitu indah karena memiliki teman yang licik dan jahat yang suka mengolok-olok dan bersikap tidak adil terhadap saya. Begitu juga dengan guru nya yang tidak ada toleransi terhadap murid mutasi. Guru guru disana tetap mengajar menggunakan bahasa minang sebagai bahasa mengantarnya yang tidak sama sekali saya mengerti ketika itu dan banyak kata kata yang tidak sopan dikeluarkan oleh guru guru tersebut. Dan saya pun naik kekelas 6 dengan label “naik percobaan” karena prestasi saya yang turun drastis, yang tadinya saya selalu masuk 10 besar bahkan 5 besar menjadi sangat dibawah. Lalu di kelas 6 saya benar-benar membuktikan kalo nilai saya turun karena gurunya bukan karena saya. Saya belajar dan terus belajar sampai pada akhirnya prestasi yang sempat hilangpun saya raih kembali dan membuat guru tersebut malu. Lalu saya masuk SMP swasta di Padang yaitu SMP Adabiah. SMP islam di padang, mengenakan jilbab setiap hari di tengah panasnya kota padang yang dilalui garis khatulistiwa. Tapi saya tidak pernah mundur dan menyerah. saya memiliki banyak sekali teman berbeda sekali dengan masa masa SD saya ketika di Padang. Di SMP teman-teman saya lebih adil dan kompak serta sangat baik terhadap saya begitu juga dengan guru-gurunya yang terlihat menyayangi saya. Hanya 1 tahun saya menjalani masa SMP di Padang hingga akhirnya ayah saya harus pindah lagi ke Jakarta, dan saya kembali kesekolah lama saya yaitu Islamic Village, hanya saja di jenjang SMP. SMP masa masa yang sangat tidak bisa untuk saya lupakan, menemukan sahabat yang sebenarnya. Mulai menyukai lawan jenis dan tidak ada kata berhenti untuk menemukan jati diri. Setelah saya lulus SMP saya masuk ke SMA Islamic Village. Suasanya nya tidak jauh berbeda hanya beberapa dai teman saya pindah kesekolah lain, tapi masih banyak teman dari SMP saya yang melanjutkan ke SMA Islamic Village. Masa masa yang juga sangat indah. Merasakan susah senang, perjuangan belajar mencari uang degan teman-teman saya. Merasakan indahnya masa berpacaran. Merasakan bagaimana rasanya memiliki musuh atau masalah besar disekolah. Merasakan tidak disukai guru hanya karena masuk jurusan yang bukan jurusan yang ditentukan sekolah untuk saya yaitu  IPA, karena saya lebih memilih IPS. Ketika saya di SMA, orang tua saya tetap berpindah pindah hanya saja saya menetap di Tangerang dengan bude saya. Ketika itu orang tua saya sepat 1 tahun di Manado- Sulawesi Selatan dan Bangka Belitung.

Bahagia itu sederhana, berada di tengah tengah orang yang perduli dan menyayangi kita dengan tulus. Tidak ada yang lebih bahagia dari itu. Tetapi penderitaan itu ketika kebahagiaan itu harus mengikhlaskan kepergian orang yang sayang dan perduli terhadap kita karna Sang Khalik lebih menyayanginya dari pada kita. Innalillahi wainna ilaihi rajiun, Sabtu 29 Januari 2011. “gubraaaaakkkkkkk…. toloonggg tolooonggg…”. Ketika itu jam setengah 5 subuh. Saya terbangun bukan karena alarm yang biasa membangunkan saya untuk shalat subuh berbunyi, tetapi suara suara aneh dari kamar mandi rumah saya yang ternyata nenek saya sudah tergeletak di kamar mandi karena terpeleset, dengan paniknya saya menelfon om saya dan om saya pun memanggil taxi karena disaat yang sama mobil saya sedang masuk bengkel.Tidak ada orang dirumah, hanya saya, bude, dan nenek saya. Saya, bude, dan om saya yang baru tiba langsung menggotong nenek saya kedalam taxi dan membawa kerumah sakit terdekat. Disana nenek masuk UGD dalam keadaan separuh sadar. Teryata kata dokter nenek saya tidak apa hanya ada gangguan pada otak kanannya yang kata dokter adalah hal biasa buat manula. Sudah cukup tenang saya pun mulai memberi tahu sodara-sodara saya dan orang tua saya yang berada di Bangka Belitung. Alhamdulillah saya memiliki banyak teman yang setia dan sayang terhadap saya. Merekapun memang cukup dekat dengan nenek saya, bergantian mereka datang dan menjenguk nenek. Salah satu yang paing special adalah teman saya yang sudah saya anggap seperti kakak saya yaitu “Hanz”. Mundur 5 bulan sebelumnya yaitu bulan Agustus. Petama kalinya nenek saya melihat Hanz. Ia langsung menyukai Hanz. Dan langsung memberi restu kalau saya berpacaran atau bahjan berjodoh dengan Hanz. Padahal ketika itu kami baru menjadi teman dekat. Tetapi kami memang sudah kenal sejak SD, sejak saya menginjakan kaki di Islamic Village. Tak ada hentinya Hanz menemani saya menjaga nenek saya. Dia sangat menjaga saya benar-benar seperti seorang kakak. Hanz sudah cukup dekat dengan orang tua saya karena memang sudah biasa main kerumah saya dengan teman teman yang lainnya juga. Bahkan ketika ayah saya harus kembali bekerja ke Bangka Belitung, dan ibu saya serta bude saya harus menjaga nenek saya di rumah sakit, saya di titipkan ke Hanz. Sampai ke hari kamis, minggu terakhir nenek saya membuka mata di dunia ini, ketika itu sekolah libur, nenek saya sudah di pindahkan dari rumah sakit di Karawaci – Tangerang ke rumah sakit di Kramat – Jakarta. Karena ternyata nenek saya malah menurun dari hari ke hari kondisinya bahkan nenek saya pun masuk ICU. Segeralah dipindahkan ke RS Kramat 128. Karena dokter spesialis nenek saya memang berada di rumah sakit itu. Hari itu, saya dan Hanz menjenguk nenek. Tak banyak yang di ingat nenek saya, tetapi saya bersyukur sekali hari itu nenek saya ingat sekali dengan saya dan ternyata masih ingat dengan Hanz dan nenek saya tersenyum melihat saya dan Hanz. Sempat nenek saya menggerakan tangannya yang sudah bengkak karena banyak obat masuk kedalam tubuh nenek. Menggerakkan ke pipi saya dan mengelus saya. Itu adalah saat terakhir dengan nenek saya ketika nenek saya masih sadar karena esok esoknya beliau sudah tertidur. Sampai pada thari kamis tanggal 10 februari 2011 pukul 22.49 malam, nenek menghembuskan nafas terakhirnya, alhamdulillah seluruh anak dan cucu berkumpul semua di ICU pada saat itu dan semuanya sempat meminta maaf dan tak henti mendoakan nenek sehingga semuanya terasa sangat haru. Jumat, 11 Februari 2011 nenek saya di makamkan di daerah asal ibu saya yaitu Karawang. Malam itu juga berita duka saya sebarkan ke orang-orang yang mengenal nenek saya, termasuk Hanz dan sahabat saya Nurul. Esoknya mereka pun meminta izin dari sekolah untuk memberikan izin karena mereka ingin melayat nenek saya. Mereka pun menyusul ke rumah duka tempat tante saya di Joglo – Jakarta Barat. Dan ikut menyolatkan almarhum yang bertepatan dengan shalat jumat. Amat sangan mengharukan dan membahagiakan, karna pada waktu shalat jumat banyak sekali jamaah yang ada di masjid sehingga banyak juga yang menyalatkan nenek saya. Setelah itu iring iringan menuju makam pun di mulai dengan suara serine dari mobil polisi dan ambulance. Pemakaman berlangsung dengan suasana yang sangat mengharukan. Jujur perasaan saya sangat sedih dan terpukul dengan kepergian nenek saya. Karena saya cucu yang paling dekat dengan beliau. Saya juga cucu paling kecil dari keluarga ibu saya. Bisa di bilang yang paling disayang. Sepi rasanya kembali kerumah tanpa ada nya nenek saya. Dan saya mulai mengistirahatkan diri saya. Karena memang kurang sekali waktu tidur dan istirahat pada waktu seperti itu.

Hanz, Nurul dan teman – teman lainnya tidak pernah meninggalkan saya. Mereka tak pernah berhenti menghibur saya. Hari demi hari di lewati dengan teman teman terutama dengan sang kakak yaitu Hanz. Pagi pagi kesekolah ia tak pernah absen menjemput saya dengan motornya yang bewarna merah yang merupakan warna kesukaannya. Disekolah selalu bersama dan juga dengan yang lainnya, bisa di bilang karna kami memang teman sepermainan, teman dekat saya adalah teman dekat Hanz. Semakin lama saya semakin memikirkan Hanz dan dengan perjalanan waktu kira kira 2 bulan setelah kepergian nenek kami pun resmi berpacaran pada bulan April. Susah senang kami lewati bersama, segala tantangan dan rumor rumor yang tidak enak banyak menyebar dan mulai memiliki musuh. Tapi kami tetap berjuang melewati segalanya dengan tenang. Semakin lama semakin indah hubungan ini. Dan akhirnya rumor rumorpun mulai hilang, yang tadinya tidak suka dengan ubungan kami akhirnya mulai mendukung hubungan kami. Hanz adalah sosok laki laki yang amat sangat disukai nenek saya, laki-laki satu satunya yang di restui nenek saya. Tinggi besar badannya, itu karena dia adalah mantan pemain basket. Hidung mancung, bola mata coklat, tipe kelopak mata yang memerlihatkan kalau dia tipikal orang yang tidak mudah menyerah, begitu pula alisnya yang tajam menunjang bentuk mata menjadi sangat gagah, bibir atas tipis dan bawah sedikit tebal, memiliki pipi yang tembem dengan pori pori yang kecil dan halus seperti kulit bayi, warna kulit putih bersih dan menggunakan kacamata, rambutnya hitam dan tebal. Bisa di bilang sangat bahagia memiliki nya karena dia tidak pernah menyerah dengan saya, begitupula saya yang tidak pernah menyerah dengannya. Sampai pada 6 september 2012 entah apa yang ada di kepala saya, saya menyerah dengannya dan entah alasan apa yang memisahkan kami. Kepergian Hanz dari hidup saya berbarengan dengan keadaan perkuliahan. Karena kami berbeda Universitas. Hanz di Jakarta dan saya di Depok. Kepergian Hanz amat sangat memberikan luka di hati saya. Dengan sega perjalanan yang sudah kami tempuh bersama tiba-tiba kandas karena hal yang tidak kami pikirkan lebih matang. Kepergian Hanz merupakan hal yang paling menyakitkan dan menyedihkan, sama seperti di tinggal oleh nenek saya. Dan merupakan sebuah penyesalan hingga saat ini. Karena saya tak bisa menemukan seseorang seperti dia. Dapat di ambil sebagai pelajaran bahwa jangan pernah mengambil suatu keputusan ketika emosi, karena segala seuatu apalagi menyangkut sesuatu yang penting harus difikirkan dengan matang. Dan jangan menyesal dengan jalan yang sudah kita pilih, sabar dan ikhlas serta tawakal menjalani hidup. Karena kita hanya hidup satu kali. Nikmati hidup ini dengan hal hal yang membuat kita bahagia dalam hal hal yang positif. Berani mencoba berani bertanggung jawab. Jangan menyerah kejar terus cita-cita. Dan jangan pernah menyia-nyiakan orang yang sayang dengan kita karena suatu saat penyesalan itu pasti ada. Berbuat baik lah dengan sesama karena hidup balas berbalas.

Setelah panjang lebar saya bercerita, saya belum memperkenalkan diri saya lebih jelas. Nama saya adalah Syarah Septiani Dewanti, anak satu satunya yang didapat dengan susah payah oleh orang tua saya yaitu selama 14 tahun menikah. Sekarang saya sedang berjuang menyelesaikan S1 saya di Unversitas Gunadarma – Depok fakultas Psikologi kelas 1PA08. Saya terlahir dari keluarga aparat kepolisian khusus. Ayah dan ibu,  kedua orang tua yang amat sangat saya banggakan dan saya sayangi selamanya. Kreativitas ibu saya yang membuat saya mengenal seni dan keberanian ayah saya yang membuat saya selalu berani dan maju terus menghadapi hidup. Iman yang di tanamkan orang tua saya yang membuat saya kuat. Terima kasih untuk ayah ,ibu, serta semua teman-teman , keluarga besar , special one , dan semua orang orang yang pernah berperan di dihidup saya karena membuat saya mendapatkan banyak pelajaran dan pengalaman hidup serta warna warna kehidupan yang terang atau pun gelap.

Tinggalkan komentar